Kerentanan Mental Generasi Z di Dunia Kerja: Tantangan dan Solusi (Part II)

Depresi, Jenis Gangguan Mental Gen Z 

Penelitian yang dilakukan di India pada 260 mahasiswa, memberikan wawasan mendalam tentang masalah kesehatan mental yang dihadapi Generasi Z. Temuan bahwa 92,7% responden mengidentifikasi depresi, kecemasan, self-harm, dan gangguan makan sebagai masalah kesehatan mental yang paling umum di kalangan Generasi Z menunjukkan betapa luasnya masalah ini. Depresi muncul sebagai salah satu gangguan mental utama yang mempengaruhi generasi ini, sejalan dengan data dari sumber-sumber lain yang telah menunjukkan tingginya tingkat depresi di kalangan Generasi Z.

Penelitian ini juga menyoroti peran media sosial sebagai salah satu faktor penyebab utama masalah kesehatan mental pada Generasi Z. Laporan dari National Institute of Mental Health yang menghubungkan peningkatan risiko gangguan mental pada remaja berusia 18-25 tahun dengan intensitas penggunaan media sosial yang tinggi adalah temuan yang sangat signifikan. Ini menunjukkan bahwa meskipun media sosial telah menjadi bagian integral dari kehidupan Generasi Z, dampaknya terhadap kesehatan mental mereka tidak bisa diabaikan.

Hubungan antara penggunaan media sosial dan peningkatan risiko gangguan mental, termasuk depresi, dapat dijelaskan oleh beberapa faktor. Paparan konstan terhadap perbandingan sosial dapat menurunkan harga diri dan memicu perasaan tidak adekuat. Fenomena FOMO (Fear of Missing Out) dapat menyebabkan kecemasan dan stres. Cyberbullying dan pelecehan online juga dapat berdampak serius pada kesehatan mental. Selain itu, gangguan pola tidur akibat penggunaan gadget berlebihan dapat memperburuk gejala depresi. Tidak kalah pentingnya, berkurangnya interaksi sosial tatap muka yang penting untuk perkembangan emosional yang sehat juga menjadi faktor kontribusi.

Temuan ini menekankan perlunya pendekatan yang lebih komprehensif dalam mengatasi masalah kesehatan mental Generasi Z. Edukasi tentang penggunaan media sosial yang sehat dan bertanggung jawab menjadi sangat penting. Pengembangan program kesehatan mental yang ditargetkan khusus untuk Generasi Z, dengan mempertimbangkan peran teknologi dalam kehidupan mereka, juga perlu

ditingkatkan. Peningkatan kesadaran tentang gejala awal depresi dan gangguan mental lainnya di kalangan remaja dan dewasa muda harus menjadi prioritas. Selain itu, penyediaan akses yang lebih baik ke layanan kesehatan mental, termasuk konseling online yang mungkin lebih nyaman bagi generasi yang terbiasa dengan teknologi, perlu diperhatikan.

Sebuah keharusan  memahami kompleksitas masalah ini dan faktor-faktor yang berkontribusi, untuk dapat mengembangkan strategi yang lebih efektif untuk mendukung kesehatan mental Generasi Z. Pendekatan holistik yang melibatkan berbagai pihak, termasuk pendidik, orang tua, pembuat kebijakan, dan penyedia layanan kesehatan mental, sangat diperlukan. Hanya dengan upaya bersama dan pemahaman yang mendalam tentang tantangan unik yang dihadapi Generasi Z, kita dapat membantu mereka mengatasi masalah kesehatan mental dan membangun fondasi yang kuat untuk masa depan mereka di era digital ini.

 

Faktor Penyebab Gangguan Mental Gen Z

Faktor-faktor penyebab gangguan mental pada Generasi Z merupakan permasalahan kompleks yang melibatkan berbagai aspek kehidupan mereka. Penelitian yang dilakukan oleh Savira & Neshia (2021) mengungkapkan bahwa masalah rumah, kesehatan keluarga, dan hubungan dengan teman sebaya memainkan peran signifikan dalam meningkatkan tingkat stres pada generasi ini, terutama bagi mereka yang berasal dari latar belakang sosial ekonomi rendah. Temuan ini menunjukkan bahwa lingkungan terdekat Generasi Z, baik di rumah maupun di luar rumah, memiliki dampak langsung terhadap kesehatan mental mereka.

Masalah rumah tangga, seperti konflik keluarga atau ketidakstabilan finansial, dapat menciptakan atmosfer yang tidak kondusif bagi perkembangan mental yang sehat. Kesehatan keluarga, baik secara fisik maupun mental, juga dapat menjadi sumber stres yang signifikan. Misalnya, memiliki anggota keluarga yang sakit kronis atau mengalami gangguan mental dapat memberikan tekanan emosional yang berat pada anggota keluarga yang lebih muda. Selain itu, dinamika pertemanan yanguntompleks, termasuk tekanan teman sebaya dan kebutuhan untuk diterima, dapat menambah beban psikologis pada Generasi Z.

Lebih lanjut, penelitian yang dilakukan oleh Mubasyiroh, Yunita, & Putri (2017) memberikan gambaran yang lebih spesifik dan mengkhawatirkan tentang kondisi kesehatan mental di kalangan remaja. Temuan bahwa 60,17% pelajar SMP-SMA mengalami gejala masalah mental emosional adalah angka yang sangat signifikan. Ini berarti lebih dari setengah populasi pelajar pada tingkat pendidikan tersebut mengalami gejala-gejala yang berpotensi mengganggu kesehatan mental mereka.

Perasaan kesepian yang dialami oleh banyak remaja Generasi Z mungkin terkait dengan perubahan pola interaksi sosial di era digital, di mana komunikasi online sering kali menggantikan interaksi tatap muka. Kecemasan yang mereka alami bisa bersumber dari berbagai faktor, termasuk tekanan akademik, ketidakpastian masa depan, atau bahkan kekhawatiran global seperti perubahan iklim dan ketidakstabilan ekonomi. Yang paling mengkhawatirkan adalah adanya pemikiran bunuh diri di kalangan remaja, yang menunjukkan tingkat distres emosional yang ekstrem.

Kombinasi faktor-faktor ini menciptakan lingkungan yang sangat menantang bagi kesehatan mental Generasi Z. Tekanan dari berbagai sumber – keluarga, teman sebaya, akademik, dan masyarakat luas – bersama dengan perubahan cepat dalam teknologi dan ekspektasi sosial, menciptakan badai sempurna yang dapat memicu atau memperburuk masalah kesehatan mental.

Temuan-temuan ini menekankan pentingnya pendekatan holistik dalam menangani kesehatan mental Generasi Z. Ini meliputi:

  1. Peningkatan dukungan keluarga dan edukasi orang tua tentang pentingnya kesehatan mental.
  2. Program-program sekolah yang fokus pada kesejahteraan emosional dan keterampilan coping.
  3. Peningkatan akses ke layanan konseling dan dukungan mental di sekolah dan komunitas.
  4. Upaya untuk mengurangi stigma seputar masalah kesehatan mental dan mendorong pencarian bantuan.
  5. Kebijakan yang mendukung keluarga dengan status sosial ekonomi rendah untuk mengurangi stres finansial.

Dengan memahami kompleksitas faktor-faktor yang berkontribusi pada gangguan mental Generasi Z, kita dapat merancang intervensi yang lebih efektif dan menciptakan lingkungan yang lebih mendukung bagi perkembangan mental yang sehat pada generasi ini.

Pandangan Gen Z tentang agama juga akan sangat berpengaruh dalam kesehatan mental. Namun, banyak dari Gen Z menganggap bahwa agama tidak begitu penting dalam hidup mereka. Kecenderungan ingin hidup bebas kadang membuat mereka lalai dan lupa akan peran spiritual dalam membantu mewujudkan sebuah tujuan. Menjadi manusia yang taat tidak akan memberikan kerugian dalam mencapai tujuan hidup. Arifin dan Akhdan percaya bahwa doa berperan penting dalam setiap proses kehidupan.

“Berdoa adalah cara kita berkomunikasi dengan Tuhan,” ucap Arifin, yang merasa bahwa segala proses dalam hidup ini perlu dibersamai dengan bertawakal agar tidak ada kekecewaan yang berat suatu hari nanti. Akhdan juga berpesan kepada Gen Z agar tidak melupakan, yang memang seharusnya seorang hamba berdoa meminta hasil yang terbaik untuk usaha yang telah dilakukan.

Spread the love