Pemira Universitas Semarang: Tanggapan Wakil Rektor Mengenai Kaderisasi dan Pengembangan Organisasi

Semarang, 10 Oktober 2024 – Pemilihan Raya (Pemira) Universitas Semarang (USM) merupakan ajang penting dalam kehidupan mahasiswa untuk memilih pemimpin organisasi kampus. Pemira tidak hanya menjadi ajang kontestasi ide, tetapi juga wadah kaderisasi bagi mahasiswa yang akan memimpin organisasi mahasiswa. Wakil Rektor III Universitas Semarang, Dr. Muhammad Junaidi, S.HI., M.H., memberikan pandangannya mengenai proses pemira, pentingnya kaderisasi, serta dinamika teknologi yang mempengaruhi partisipasi mahasiswa.

 

Pentingnya Kaderisasi dalam Pemira

Dr. Junaidi menekankan bahwa Pemira harus menjadi proses kaderisasi yang bertujuan untuk menciptakan pemimpin-pemimpin mahasiswa yang inovatif dan memiliki gagasan yang solutif. Beliau menyoroti bahwa fokus kaderisasi sering kali tergeser oleh persaingan yang tidak sehat, yang justru mengarah pada konflik kepentingan atau perpecahan antar mahasiswa. Menurut beliau, Pemira tidak boleh hanya menjadi ajang pertarungan ide yang berujung pada intimidasi, tetapi harus menjadi wadah untuk mengembangkan gagasan-gagasan terbaik yang dapat diterapkan di masa depan.

Beliau menegaskan, “Kaderisasi yang baik harus diiringi dengan kompetisi yang sehat dan gagasan yang berkualitas, bukan hanya soal menang atau kalah”. Menurutnya, organisasi mahasiswa harus tetap fokus pada pengembangan ide-ide yang dapat berkontribusi bagi kemajuan kampus.

 

Tantangan Pemira Tahun Lalu dan Dinamika Teknologi

Meskipun Pemira tahun lalu menghadapi tantangan dengan terpilihnya kandidat secara aklamasi, Dr. Junaidi menekankan bahwa hal tersebut bukan berarti Pemira tahun lalu buruk atau jelek. “Saya tidak menyebut yang tahun lalu itu jelek, hanya saja kita harus belajar dari pengalaman tersebut”, ujarnya. Menurut beliau, aklamasi merupakan solusi terbaik saat itu mengingat minimnya kandidat yang bersedia maju.

Namun, beliau juga mencatat adanya perubahan dalam pola pikir mahasiswa yang dipengaruhi oleh perkembangan teknologi informasi. “Perkembangan teknologi mengubah cara mahasiswa berinteraksi dan berorganisasi. Mahasiswa sekarang lebih banyak menghabiskan waktu di media sosial daripada terlibat aktif dalam organisasi”,  jelasnya.

Selain itu, menurut Dr. Junaidi, teknologi seharusnya menjadi alat untuk mempermudah proses kaderisasi dan memperkuat komunikasi antar mahasiswa, bukan justru menjadi penghalang. “Kita harus mencari cara agar teknologi bisa menjadi sarana kaderisasi yang efektif, bukan sekadar hiburan”.

 

Upaya Konkret Meningkatkan Partisipasi Mahasiswa dalam Organisasi

Untuk mengatasi minimnya partisipasi mahasiswa dalam organisasi, Dr. Junaidi menyebutkan beberapa langkah konkret yang telah diambil. Salah satunya adalah meningkatkan anggaran untuk kegiatan organisasi mahasiswa dan mengadakan pertemuan rutin dengan para pengurus organisasi untuk mendengar aspirasi mereka. “Kita tambahkan dana hingga 3 juta rupiah untuk kegiatan, tapi yang terpenting adalah inovasi. Tidak harus dengan uang, ide yang kreatif itu yang paling utama”,  ujarnya.

Beliau juga telah menyederhanakan prosedur pembentukan organisasi baru di kampus. Proses yang sebelumnya mengharuskan pembentukan komunitas selama setahun kini dihapuskan, dan organisasi baru bisa langsung mengajukan musyawarah kerja. “Sekarang mahasiswa lebih dimudahkan, tinggal langsung musyawarah kerja saja”,  tegasnya.

 

Peluang dan Tantangan untuk Mahasiswa Semester Awal

Salah satu inovasi yang ditekankan Dr. Junaidi adalah membuka peluang bagi mahasiswa semester 3 untuk terlibat dalam organisasi tingkat universitas. Sebelumnya, syarat minimal semester 4 diterapkan, namun beliau melihat bahwa semangat berorganisasi justru lebih besar pada mahasiswa semester awal. “Mahasiswa semester 3 itu masih memiliki semangat tinggi, mereka belum banyak terpengaruh oleh kesibukan akademis atau pekerjaan,” ujarnya.

Beliau percaya bahwa keterlibatan mahasiswa di semester awal akan memberikan kesempatan bagi mereka untuk mengembangkan diri lebih cepat dalam organisasi, sehingga ketika mereka berada di semester yang lebih tinggi, mereka sudah memiliki pengalaman yang lebih matang dalam berorganisasi.

 

Harapan untuk Pemira 2024

Dr. Junaidi berharap agar Pemira 2024 dapat menjadi ajang kompetisi yang lebih sehat dengan lebih banyak kandidat yang bersaing. Ia mengungkapkan bahwa telah menyurati seluruh fakultas untuk mengusulkan nama-nama kandidat potensial. Selain itu, ia juga berencana untuk melakukan dialog dengan calon-calon kandidat guna memahami visi dan misi mereka.

“Saya berharap, Pemira 2024 akan melahirkan pemimpin-pemimpin yang kompeten, bukan hanya untuk memenangkan Pemira, tetapi juga mampu membawa perubahan positif di kampus”,  ujarnya. Menurutnya, para kandidat tidak hanya harus mengedepankan popularitas, tetapi juga gagasan yang matang dan solusi untuk berbagai permasalahan kampus.

Dalam penutupnya, Dr. Junaidi juga mengingatkan bahwa organisasi mahasiswa adalah jembatan yang menghubungkan mahasiswa dengan masa depan yang lebih baik. “Organisasi adalah wadah di mana kalian bisa mengembangkan ide dan gagasan. Gunakan kesempatan ini untuk belajar memimpin dan mengabdi pada kampus serta bangsa setelah lulus nanti”,  pesan beliau.

Dengan berbagai inovasi dan dukungan dari pihak universitas, beliau optimis bahwa Pemira 2024 akan menjadi momen yang membawa perubahan positif bagi kehidupan kampus di Universitas Semarang.

Spread the love