Wisma Purba Danarta (9/11) – Aris Mulyawan, Ketua Aliansi Jurnalis Indonesia (AJI) Kota Semarang, memberi materi “Dasar dan Teknik Jurnalistik” kepada puluhan peserta Pelatihan Jurnalistik Berperspektif Multikultural 2024. Pada acara yang diinisiasi oleh Komunitas Agenda 18 itu, Aris menjelaskan, “… sebelum mengenal jurnalistik, Kita harus mengetahui produknya, apa? Oh, ternyata medianya ada yang media konvensional, seperti saat ini, koran, radio, cetak. Kemudian ada yang baru, ya, cyber itu, ya streaming dan lain sebagainya. Dan media sosial.”
Menurut Aris, produk yang diterbitkan di media sosial bukanlah produk jurnalistik, sementara produk jurnalistik merupakan produk yang diterbitkan oleh media massa. Hal ini, dikarenakan terdapat perbedaan antara media sosial dan media massa ditinjau dari beberapa segi, seperti segi produksi, cara kerja, penanggung jawab, batasan, dan identitas media.
“Nah, kalau media massa itu harus diproduksi oleh wartawan yang berkompeten, sementara media sosial, siapapun bisa memproduksi. Lalu, kerjanya gimana? Kalau media massa itu ada susunan redaksinya atau enggak? Ada. Nganu, kalau media online, kan, tidak, ya, bebas. Walaupun sekarang perkembangannya, media sekarang ada yang modelnya media buat sendiri, diterbitkan sendiri, itu ada. Istilahnya apa, ya? Zine, ya? Jadi, buat sendiri, diterbitkan sendiri, asik sendiri …” Ucap Aris dan diikuti gelak tawa peserta.
Ketua AJI Semarang itu, juga menambahkan perbedaan pertanggungjawaban dalam media sosial dan media massa. Aris menganalogikan pertanggungjawaban dalam media massa layaknya air terjun. “Ketika Kawan-kawan bermasalah, nanti yang bertanggungjawab dihadapkan di muka yang mempermasalahkan itu yang pemimpin redaksinya. Bukan, Kawan-kawan yang diambil. Tapi, kalau media sosial, siapa? Ya, Kawan-kawan sendiri yang bertanggung jawab” Ucap Aris.
Aris juga menjelaskan perbedaan batasan apa saja yang dimiliki oleh seorang penulis dalam menulis di media massa dan media sosial. Pria yang identik dengan kupluk itu menjelaskan, “Batasannya, kalau media massa itu batasannya kode etik. Kalau medsos ada kode etiknya enggak? Enggak ada, ya, kan? Sak karepe dewe…”
Perbedaan media sosial dan media massa berikutnya adalah identitas. Menurut Aris, media massa harus memiliki identitas, sementara media sosial tidak harus memerlukan identitas. Sehingga, kerap dijumpai akun-akun anonim yang menyebarkan berita-berita hoax di media sosial dibandingkan media massa.
Selain pada perbedaan-perbedaan media massa dan media sosial dari segi proses produksinya, Aris juga menjelaskan perbedaan mekanisme penyelesaian sengketa dalam media sosial dan media massa. Ketua AJI Semarang tersebut menjelaskan, “Kalau ada sengketa pemberitaan, otomatis mekanismenya kalau produk jurnalistik diselesaikan lewat Dewan Pers, kalau media sosial pidana, ya, kan? Begitu, ya, Kawan-kawan, perbedaannya seperti itu, maka ada yang menyebut ‘jarimu, harimaumu’. Makanya, kenapa kalau di medsos itu harus hati-hati? Karena itu, kalau ada apa-apa Sampeyan sendiri yang menikmati.”
Dalam pelatihan ini, Aris tidak hanya memaparkan perbedaan-perbedaan media sosial dan media massa, namun juga memaparkan materi-materi yang perlu dipahami dan dikuasai para calon jurnalis muda dalam menulis karya jurnalistik. Seorang jurnalis harus memahami prinsip-prinsip jurnalisme dalam menulis berita, seperti akurat, objektif, fair, seimbang, dan netral.
Ketua AJI Semarang itu, juga memaparkan sebuah berita harus memiliki nilai berita, seperti significance, magnitude, aktualitas, proximity, dan human interest. Dari hal-hal tersebut, sebuah berita diperhitungkan daya tarik dan keberadaannya. “… ini itu ketika disarikan, hanya ada dua. Seberapa penting dan seberapa menarik,” Lanjut Aris.
Melalui materi-materi tersebut, terdapat pesan tersirat yang dapat dijadikan sebagai pedoman dalam membuat sebuah tulisan. Sebagai calon jurnalis muda, peserta diharapkan dapat membedakan tulisan yang merupakan produk jurnalistik dan tulisan yang bukan produk jurnalistik. Selain itu, calon jurnalis perlu memahami dengan baik prinsip-prinsip, nilai-nilai, dan teknik dalam menulis sebuah berita, sehingga segala hal yang tidak diinginkan dapat dihindari.